Senin, 28 Oktober 2013

Immature : Kebiasaan Datang Terlambat



Diagnosis dan Intervensi Penyimpangan Perkembangan
Immature
“Selalu Datang Terlambat”


J
ika kita membicarakan tentang disiplin waktu, maka akan erat kaitannya dengan kebiasaan orang-orang Indonesia untuk datang terlambat dalam menghadiri sebuah pertemuan ataupun ketika hadir di dalam suatu kelas (bagi siswa atau mahasiswa). Walaupun tidak semua orang Indonesia yang memiliki disiplin waktu yang kurang. Ada pula orang-orang luar negeri yang memiliki kebiasaan seperti ini. Orang yang biasanya sering datang terlambat, seringkali diasumsikan sebagai orang yang sembarangan, egois, atau tidak disiplin. Namun, kebiasaan datang tidak tepat waktu ini juga dapat dijelaskan dari faktor psikologis. Seperti yang dituliskan dalam sebuah artikel online, seorang penulis buku Never be Late Again, yang juga Konsultan Manajemen Diana DeLonzor mengemukakan bahwa orang yang selalu datang terlambat cenderung selalu menunda-nunda dan mempunyai masalah kontrol diri. Masalah kontrol diri tersebut menyangkut kecenderungan dalam kecanduan alkohol, memiliki masalah makan berlebihan, maupun belanja secara impulsif. Selain itu, mereka juga menunjukkan kesenangan mencari sensasi, dan gejala-gejala ADD (Attention Deficit Disorder) seperti sulit untuk fokus dan menaruh perhatian pada suatu hal.
      Dalam penelitiannya terhadap orang-orang yang memiliki kebiasaan datang tidak tepat waktu di  negara Amerika, DeLonzor menemukan pola yang jelas yang dialam oleh-orang-orang tersebut. Ia menyatakan bahwa terdapat tujuh tipe orang yang selalu datang terlambat, yaitu :
1.      The deadliner, yaitu orang yang biasa menunda apa yang harus dilakukan hingga menit terakhir dan setelah itu terburu-buru menyelesaikannya. Orang ini biasanya mengatakan bahwa ia akan bekerja secara optimal bila berada di bawah tekanan. Hal tersebut dapat menyebabkan kesulitan dalam memotivasi diri, kecuali ada krisis yang mendesaknya untuk bertindak. Bagi orang tipe ini, bergegas memberinya cara untuk melepaskan kebosanan.
2.      The Producer, yaitu orang yang menuntaskan pekerjaan secepat mungkin. Orang tipe ini akan merasa puas bila mendapati dirinya berhasil menyelesaikan seluruh dafta yang harus dikerjakannya dan secara konsisten akan mempertimbangkan waktu yang diperlukan untuk dapat menyelesaikan semua tugas-tugasnya. Orang tersebut juga tidak suka membuang-buang waktu, dan menjadwalkan diri dalam setiap menitnya untuk mereka manfaatkan. Namun, hal tersebut justru akan memerlukan waktu yang lama untuk memastikan semua hal telah selesai.
3.      The absent-minded professor, yaitu orang yang mudah sekali terlaihkan perhatiannya. Mereka seringkali tidak ingat waktu, atau sering lupa dengan janji yang dibuatnya.
4.      The rationalizer, orang dengn tipe ini tidak pernah mengakui keterlambatannya. Tipe ini sangat umum dimiliki oleh orang-orang yang suka terlambat.
5.      The indulger, yaitu orang yang secara umum kurang memiliki kontrol diri.
6.      The evander, yaitu orang yang mencoba mengontrol kegelisahannya atau keyakinan diri yang rendah dengan cara datang terlambat.
7.      The rebel, orang yang sengaja datang terlambat untuk menunjukkan kekuasaan.

Reason Why?
Ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya kebiasaan selalu datang terlambat. Faktor utama ialah orang yang suka menunda. Seperti yang terlah dikemukakan oleh DeLonzor, orang yang selalu datang terlambat, umumnya suka menunda-nunda dan kurang memiliki kontrol diri. Kedua, kurang persiapan atau terlalu lama bersiap-siap. Ketika orang harus mempersiapkan diri untuk menghadiri suatu pertemuan ataupun hadir dalam sebuah kelas (bagi siswa ataupun mahasiswa), ada banyak hal yang perlu dipersiapkan, mulai dari mandi hingga barang-barang yang diperlukan. Hal ini perlu estimasi waktu yang dibutuhkan sehingga tidak perlu datang terlambat. Faktor ketiga ialah menyepelekan waktu perjalanan. Penghambat perjalanan yang tidak terduga mungkin saja terjadi ketika kita harus menghadiri pertemuan, sekolah ataupun kuliah. Bisa saja kita mencegah untuk datang terlambat, dan waktu yang lebih tersebut dapat digunakan untuk menyiapkan mood ataupun lain-lainnya. Faktor berikutnya ialah tidur terlalu larut. Seringkali hal lain yang lebih menarik perhatian kita di malam hari, seperti menonton bola, mengobrol dengan teman, dan lain sebagainya membuat kita terjaga lebih lama di malam hari. Alhasil, kita sulit untuk bangun pagi dan datang terlambat ke kantor, sekolah ataupun kampus.

How To Prevent?
      Ungkapan yang biasanya didengungkan di sekitar kita, khususnya ketika kita sakit ialah “lebih baik mencegah daripada mengobati”. Hal itu juga berlaku bagi perilaku untuk datang terlambat. Kebiasaany untuk datang tepat waktu harus dibiasakan seja dini, sehingga ketika sudah dewasa, orang dapat menghargai waktu dan efektif serta efisien dalam bekerja. Tindakan yang dapat dilakukan sebagai usaha awal untuk mencegah datang terlambat ialah :
1.      Jangan tidur terlalu larut malam, dan pastikan juga untuk tidur tujuh sampai delapan jam setiap malamnya. Sehingga untuk memulai akticitas di hari berikutnya pun tubuh kita akan lebih segar dan sehat.
2.      Bila kita harus pergi di pagi hari, maka lakukanlah persiapan di malam harinya, sehingga saat pagi hari, kita tidak memerlukan waktu yang banyak untuk persiapan. Hal ini juga berlaku bila pertemuan ataupun kelas dilakukan pada saat siang hari, sore ataupun malam.
3.      Berangkat lebih cepat, untuk menghindari penghambat perjalanan yang tidak terduga.

What to do?
Tindak lanjut dari perilaku datang terlambat ini dapat dilakukan dengan cara :
ü  Membuat list-to-do alias daftar hal-hal yang harus dilakukan, dan membuat atau mengestimasi waktu yang dibutuhkan, sehingga mampu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, menyelesaikannya dan menghindari waktu yang terbuang (karena datang terlambat).
ü  Bagi orang tua ataupun orang lain yang bersangkutan dengan orang yang suka datang terlambat, berikan reward ketika orang tersebut datang tepat waktu atau justru sebelum pertemuan dimulai. Reward dapat berupa pujian atau barang (bila yang melakukan hal tersebut adalah anak-anak).
ü  Berikan konsekuensi atau punishment ketika orang tersbut masih suka datang terlambat, sebagai efek jera.
ü  Kurangi kebiasaan menunda. Apabila ketika kita harus melakukan suatu tugas, dan diri kita sangat ingin menunda tugas tersebut, pada saat itu juga segeralah melakukan dan menyelesaikan tugas tersebut sebagai respon untuk menolak dan mengubah kebiasaan menunda.
ü  Biasakan untuk menggerak-gerakan badan atau stretching, supaya tubuh kita tidak lemas. Karena ketika tubuh kita lemas atau lemah dapat menimbulkan kemalasan.
      Hal-hal yang telah dipaparkan di atas merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengubah kebiasaan suka datang terlambat. Namun yang paling penting untuk mengubah kebiasaan ialah kesediaan dan komitmen yang kuat untuk berubah.

Rabu, 03 Oktober 2012

Citizen Duane



Ada yang bilang masa remaja adalah masa yang paling ga terlupakan, masa paling asik buat gila-gilaan, nikmatin dunia, dan lain sebagainya. Tapi ada juga yang berbeda pandangannya dalam mengahadapi masa remaja, contohnya Duane Balfour dalam film berjudul Citizen Duane, yang siperankan oleh Douglas Smith.  Duane dalam perannya sebagai anak sulung dari pasangan suami-istri Balfour memiliki karakter keras kepala, sama seperti ayahnya. Semasa kecilnya, Duane sangat dekat dengan ayahnya dan mengenal betul  karakter ayahnya yang selalu mempertahankan apa yang diyakininya. Melalui proses belajar, karakter ayahnya yang keras kepala dan selalu mempertahankan apa yang diyakininya itu terinternalisasi ke dalam dirinya yang membentuk identitas dirinya menjadi anak yang keras kepala, responsive, ambisius, dan suka seenaknya sendiri. Ditambah lagi dengan pamannya yang dekat secara personal dengannya dan kerap kali mendukung hal-hal yang dilakukan Duane. Ibunya, yang kerap kali ‘kewalahan’ dengan ulah Duane di sekolah maupun di luar sekolah, tidak dapat berbuat banyak untuk menghentikan tingkah anaknya yang sering membuat onar, meskipun bukan berarti sang ibu mendukung tingkah anaknya itu.

      Jika ingin membandingkan konsep diri pada kedua remaja yang menjadi musuh satu sama lain itu, tentu saja berbanding terbalik. Duane Balfour, anak yang ambisius terhadap keluarga Milton  terlebih khusus Chad, selalu memiliki cara dan ide-ide konyol untuk mengalahkan musuh besarnya itu. Duane yang ayahnya tertembak mati akibat tindakannya yang dianggap ekstrem, memiliki rasa dendam yang berkepanjangan sehingga membuatnya menjadi anak yang  ‘nakal’. Setelah sekian lama dihantui rasa marah dan berbagai cara yang tidak membawa hasil untuk menjatuhkan chad dan keluarga Milton, Duane yang hanya seorang anak SMA memberanikan diri untuk mencalonkan diri menjadi walikota Ridgeburg dengan berbekal nekat dan keyakinan bahwa yang dilakukannya itu ialah cara terbaik. Duane termasuk anak yang cerdik dan tangguh, ketika ia diperhadapkan pada situasi yang sama sekali tidak mendukungnya bahkan mustahil untuk mendapatkan dukungan, ia tetap teguh dan percaya diri untuk mengalahkan musuhnya dan membawa perubahan pada kota tempat ia tinggal. Berbeda dengan Chad, yang adalah anak  dari walikota Ridgeburg. Selama hidupnya, chad dikelilingi oleh orang-orang yang menghargainya sebagai anak dari orang yang palling berkuasa di kota tersebut. Dengan mudah ia dapat menjadi ketua dewan murid-murid di sekolahnya, karena backgroundnya sebagai anak dari ‘orang terkenal’ di kotanya itu. Semua didapatnya dengan mudah, sehingga membuatnya angkuh.
      Selama berada di sekolah, Duane Balfour metidak terlepas dari tingkahnya yang selalu mengganggu dan menyerang Chad. Ia merasa bahwa satu-satunya cara untuk meruntuhkan rezim Milton dari kotanya ialah menyerang anak dari walikota Ridgeburg. Namun karena tingkahnya yang semakin meresahkan, akhirnya ia mendapatkan penanganan khusus dari gurunya. Hingga suatu hari pada pertemuan di kelas dengan gurunya, Duane mendapatkan pencerahan dari gurunya. Saat itu gurunya memberikan jalan lain yang tidak pernah terpikirkan olehnya, bahwa kehidupn chad yang adalah anggota keluarga Milton hanya terpaku pada kota yang kecil itu, yaitu Ridgeburg. Sedangkan kehidupan Duane bias menjadi lebih baik lagi di dunia yang luas ini. Jadi, kekerasan tidak akan membawa perubahan apapun terhadap dirinya. Sehingga ia memutuskan untuk meruntuhkan kekuasaan keluarga Milton dengan bersaing secara sehat dan intelek. Hal tersebut merupakan salah satu proses asimilasi dari pengetahuannya mengenai penyerangan secara fisik menjadi penyerangan secara intelek. Ketika ia mulai terjun langsung ke dalam pencalonan walikota, ia belajar menyuarakan pendapatnya melalui jalur politik dan membuka pikiran masyarakat luas, supaya mereka dapat mengatur dan mengelola kotanya sendiri. Ia mengakomodaikan proses kognitifnya ke dalam situasinya yang menuntut tindakan yang berintelektual, cerdas dan sopan.
Meskipun pada akhirnya Duane menyerah dalam pemilihan tersebut, ada hal yang berasal dari luar dirinya yang menyatakan bahwa tindakannya dan apa yang diyakini ayahnya itu benar, yaitu terjadinya longsor di daerah bukit Ridgeburg, tempat dulu ayahnya bekerja. Hal tersebut membuktikan bahwa ketika kita menghadapi suatu fenomena atau kejadian yang kita anggap benar dan memang benar pada kenyataannya, dukungan dari factor eksternalpun pasti akan mengarah kepada kita, baik dari manusia maupun alam. :)

Minggu, 24 Juni 2012

Anak & media : lebih seru petualangan Up atau A Bug’s Life?



            Siapa yang suka film petualangan membasmi penjahat? Kalau teman-teman suka, ada satu cerita di buku yang sayang banget untuk ditinggalkan, juga satu film yang ga kalah serunya sama cerita-cerita petualangan yang lain. 
Bagi yang suka baca buku, bisa baca buku A Bug’s Life, yang menceritaka tentang bagaimana kehidupan serangga, khususnya para semut, yang berjuang melawan belalang jahat yang ingin merampas semua makanan yang ada di tempat tinggal para semut tersebut. Penyerangan terhadap belalang dipimpin oleh flick, seekor semut yang biasa-biasa saja, tapi punya keberanian yang besar untu melawan belalang-belalang jahat.
Ada lagi cerita yang ga kalah serunya, yaitu Up. Film Up menceritakan tentang seorang kakek tua yang ditemani oleh seorang anak yang adalah anggota kelompok ----, yang menjalani petualangan seru demi memenuhi cita-cita si kakek untuk membangun rumah di atas tebing dekat air terjun. Pastinya cerita-cerita tersebut bermanfaat dan menghibur. Untuk lebih jelasnya tentang kedua cerita yang sudah disebutkan di atas, lihat tabel di bawah ini :

Data umum
Jenis : buku bacaan bergambar
Judul : A Bug’s Life (terj : kehidupan serangga)
23 hlm, tahun 2000
Jenis : film
Judul : Up
Durasi : 1 jam 28 menit 15 detik, tahun 2009
Penyampaian content
Menggunakan gambar berwarna disertai dengan paragraf dalam tiap halaman untuk dibaca.

Menggunakan animasi dari karakter manusia, baik dari tokoh manusia itu sendiri maupun anjing-anjing yang dipelihara.
Content
·        Bercerita tentang kehidupan serangga,  bagaimana mereka bertahan hidup ditengah-tengah bahaya dari serangga lain
·        Serta berisi tentang nilai-nilai kejujuran dan kesetiaan akan kelompoknya.
·         Menceritakan kehidupan seorang kakek  yang berpetualang demi mencapai  keinginan membangun rumah di atas tebing air terjun.
·         Berisi nilai moral mengenai memberikan ketulusan dalam memberi pertolongan (Russell)

Tujuan / materi yang ingin disampaikan/pelajaran yang bisa diambil
·         Mengajarkan tentang pentingnya berkata jujur kepada orang lain
·         Mengajarkan untuk memberikan bantuan saat teman memerlukan bantuan
·         Memberikan contoh tentang kesetiaan kepada kelompok
·         Mengajarkan anak untuk menjadi lebih kreatif dalam membuat berbagai macam alat.
·        Bagaimana seseorang berusaha keras menggapai cita-citanya
·         Mengajarkan tentang ketulusan dalam memberikan bantuan kepada orang lain
Sasaran pembaca/penonton
·      Semua umur namun lebih cocok untuk anak usia pra-sekolah maupun awal sekolah, karena biasanya mereka membaca suatu cerita masih memerlukan gambar atau simbolis untuk memperjelas ceritanya, ditambah dengan tulisan yang relatif sedikit
·      Cocok untuk laki-laki maupun perempuan karena penggunaan karakter laki-laki maupun perempuan tidak ada yang terlalu dominan
·         Semua umur, namun lebih cocok untuk anak-anak sekolah dasar, karena untuk anak-anak seusia tersebut lebih banyak berfantasi mengenai cita-cita mereka dan mengajarkan anak-anak sejak dini untuk saling memberikan bantuan
·         Cocok untuk laki-laki maupun perempuan, karena kisahnya bebas gender
Pengemasan media (kelebihan & kelemahan)
·      Menarik, karena mengambil sudut pandang kehidupan hewan (serangga) yang juga masih relevan dengan kehidupan manusia
·      Bermanfaat untuk pengetahuan anak-anak mengenai kehidupan serangga
·      Konflik dalam cerita sedikit berputar-putar.
·      Penggambaran yang lebih colourful, sehingga menarik untuk anak-anak.
·      Bermanfaat untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya meraih cita-cita

Teori yang relevan
·      Dalam teori pemrosesan informasi, pada masa awal anak-anak, mereka sudah mulai berpikir silogisme. Sehingga mereka dapat mengaitkan karakter dalam tokoh-tokoh di cerita, seperti semut yang adalah pekerja keras, belalang lebih besar dari semut (Pemrosesan Informasi dalam Santrock, 2002)
·      Anak-anak sekolah dasar masih memiliki keinginan atau cita-cita yang idealis, artinya hanya sekedar apa yang mereka sukai dan yang terlihat ‘keren’. Terlihat dari cita-cita si kakek sewaktu masih kecil, yang ingin membangun rumah di tebing jurang, yang terlihat mustahil. ( Piaget dalam Santrock, 2002)
·      Pengambilan perspektif dalam pemahaman diri juga terlihat dari kemampuan anak-anak seusia Russell dalammengambil perspektif orang lain dan memahami pikiran serta perasaan-perasaannya. (Robert Selman dalam buku Santrock, tahun 2002)

Analisis dari kedua media :
            Seperti cerita anak-anak pada umumnya, kisah dalam buku A Bug’s Life maupun film Up juga menggunakan karakter-karakter yang menarik sehingga anak-anak tidak  bosan dan dapat belajar dari tokoh-tokoh dalam cerita tersebut. Dalam cerita kehidupan serangga yang diterbitkan oleh Disney and Pixar Animation Studios ini dibuat sesuai dengan kemampuan anak-anak prasekolah sampai masa awal sekolah, yaitu dengan gambar berwarna dan satu paragraf tulisan yang menjadi cerita dari gambar tersebut dengan kalimat langsung maupun kalimat tak langsung. Cerita yang dikemas oleh Disney tersebut juga imajinatif, sehingga membuat anak-anak ikut membayangkan karakter masing-masing tokoh, baik dari tokoh semut yang baik maupun belalang yang jahat. Cerita-cerita serupa yang juga menggunakan hewan sebagai tokohnya biasa disebut fabel. Melalui cerita yang digambarkan, anak memahami bentuk-bentuk hewan yang dimaksudkan, sehingga ketika mereka dihadapkan pada gambar yang sama, mereka akan mengetahui bahwa gambar yang dimaksud ialah hewan tersebut. Selain itu, anak-anak juga memahami mengenai sifat-sifat hewan, dalam kasus ini serangga, meskipun ada beberapa karakter yang dibuat sama seperti karakter manusia. Hal itu dibuat supaya anak-anak dapat lebih mudah dalam memahami isi cerita dan pesan-pesan yang ingin disampaikan yang disesuaikan dengan kehidupan manusia. Pemahaman tersebut memerlukan penalaran, yang dalam teori pemrosesan informasi disebut silogisme. Melalui cerita A bug’s life, anak diajak untuk ‘berpikir’ mengenai karakter tokoh maupun hubungan sebab-akibat dari setiap hal yang terjadi, sehingga anak dapat mengambil suatu kesimpulan yang sesuai dengan ceritanya.
Kelebihan dari cerita dalam buku ialah, orang tua maupun orang dewasa lainnya dapat melakukan pendekatan atau menjalin keakraban dengan cara membacakan cerita dalam buku tersebut, dan membuat suasana yang hidup dengan intonasi maupun mimik wajah sesuai alur ceritanya. Dalam kasus ini, cerita A bug’s life mengambil sudut kehidupan semut yang bekerja keras dalam mencari makanan sebagai cadangan di musim dingin.
Berbeda dengan penyampaian cerita melalui film. Kisah petualangan yang diceritakan pada film Up yang disutradarai oleh Pete Docter ini juga membawa ketertarikan tersendiri. Selain dapat melihat setiap gerakan yang terjadi secara detail, kita juga dapat melihat ekspresi tokoh-tokoh yang muncul, sehingga suasana ceritapun terasa lebih hidup. Terlebih lagi mengenai isi cerita dan pesan-pesan yang ditampilkan juga terasa lebih konkret, sehingga anak-anak dapat memahami bagaimana seharusnya bertindak ketika dihadapkan dengan hal yang sama. Isi cerita film Up sangat menggambarkan pola pikir anak-anak yang masih menginginkan sesuatu yang dalam kacamata orang dewasa terlihat mustahil, yang dalam teori termasuk ke dalam operasional konkret. Anak hanya mengerti apa yang dia tahu, tanpa mengerti jalan apa yang harus ditempuh maupun tindakan apa yang harus diambil dalam mencapai semuanya itu.
Persamaan dari kedua cerita yang berbeda kisah dan berbeda media tersebut ialah pesan yang terkandung di dalam isi ceritanya. Karena cerita-cerita ini lebih cocok untuk anak-anak pra-sekolah hingga anak sekolah dasar, pentingnya pengembangan moral mengenai apa yang baik dan buruk dalam lingkungan sosialnya juga dapat disampaikan melalui cerita-cerita tesebut. Dalam kasus kedua cerita ini, ditunjukan mengenai ketulusan dalam memberikan pertolongan kepada orang lain. Sehingga anak-anak diajarkan bagaimana menolong orang lain dan saling berbagi.

My opinion / conclusion :
            Dalam memahami sebuah cerita, saya lebih suka melihat gambar yang dapat bergerak, dengan kata lain, saya lebih suka menonton dibandingkan membaca. Sekalipun saya menyukai keduanya. Karena menurut saya, menonton akan membawa sensasi tersendiri dalam pemberian kesan terhadap cerita yang dibawakan. Gambar yang bergerak akan lebih menarik perhatian dibandingkan gambar yang hanya ada pada kertas. Namun, seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa cerita dalam buku yang diceritakan oleh orang tua atau orang dewasa lainnya kepada anak-anak, akan menimbulkan suatu kelekatan tersendiri. Karena kemungkinan orang tua berinteraksi secara langsung dengan anak sangat besar dibandingkan dengan menonton film. Akan lebih baik bila orang tua menggunakan media buku untuk membawakan suatu cerita, khususnya untuk anak-anak pra-sekolah hingga sekolah dasar. Selain untuk membangun hubungan yang lebih harmonis, anak juga dilatih untuk menyukai bacaan, sehingga anak menjadi gemar membaca.
selamat membaca.