Rabu, 03 Oktober 2012

Citizen Duane



Ada yang bilang masa remaja adalah masa yang paling ga terlupakan, masa paling asik buat gila-gilaan, nikmatin dunia, dan lain sebagainya. Tapi ada juga yang berbeda pandangannya dalam mengahadapi masa remaja, contohnya Duane Balfour dalam film berjudul Citizen Duane, yang siperankan oleh Douglas Smith.  Duane dalam perannya sebagai anak sulung dari pasangan suami-istri Balfour memiliki karakter keras kepala, sama seperti ayahnya. Semasa kecilnya, Duane sangat dekat dengan ayahnya dan mengenal betul  karakter ayahnya yang selalu mempertahankan apa yang diyakininya. Melalui proses belajar, karakter ayahnya yang keras kepala dan selalu mempertahankan apa yang diyakininya itu terinternalisasi ke dalam dirinya yang membentuk identitas dirinya menjadi anak yang keras kepala, responsive, ambisius, dan suka seenaknya sendiri. Ditambah lagi dengan pamannya yang dekat secara personal dengannya dan kerap kali mendukung hal-hal yang dilakukan Duane. Ibunya, yang kerap kali ‘kewalahan’ dengan ulah Duane di sekolah maupun di luar sekolah, tidak dapat berbuat banyak untuk menghentikan tingkah anaknya yang sering membuat onar, meskipun bukan berarti sang ibu mendukung tingkah anaknya itu.

      Jika ingin membandingkan konsep diri pada kedua remaja yang menjadi musuh satu sama lain itu, tentu saja berbanding terbalik. Duane Balfour, anak yang ambisius terhadap keluarga Milton  terlebih khusus Chad, selalu memiliki cara dan ide-ide konyol untuk mengalahkan musuh besarnya itu. Duane yang ayahnya tertembak mati akibat tindakannya yang dianggap ekstrem, memiliki rasa dendam yang berkepanjangan sehingga membuatnya menjadi anak yang  ‘nakal’. Setelah sekian lama dihantui rasa marah dan berbagai cara yang tidak membawa hasil untuk menjatuhkan chad dan keluarga Milton, Duane yang hanya seorang anak SMA memberanikan diri untuk mencalonkan diri menjadi walikota Ridgeburg dengan berbekal nekat dan keyakinan bahwa yang dilakukannya itu ialah cara terbaik. Duane termasuk anak yang cerdik dan tangguh, ketika ia diperhadapkan pada situasi yang sama sekali tidak mendukungnya bahkan mustahil untuk mendapatkan dukungan, ia tetap teguh dan percaya diri untuk mengalahkan musuhnya dan membawa perubahan pada kota tempat ia tinggal. Berbeda dengan Chad, yang adalah anak  dari walikota Ridgeburg. Selama hidupnya, chad dikelilingi oleh orang-orang yang menghargainya sebagai anak dari orang yang palling berkuasa di kota tersebut. Dengan mudah ia dapat menjadi ketua dewan murid-murid di sekolahnya, karena backgroundnya sebagai anak dari ‘orang terkenal’ di kotanya itu. Semua didapatnya dengan mudah, sehingga membuatnya angkuh.
      Selama berada di sekolah, Duane Balfour metidak terlepas dari tingkahnya yang selalu mengganggu dan menyerang Chad. Ia merasa bahwa satu-satunya cara untuk meruntuhkan rezim Milton dari kotanya ialah menyerang anak dari walikota Ridgeburg. Namun karena tingkahnya yang semakin meresahkan, akhirnya ia mendapatkan penanganan khusus dari gurunya. Hingga suatu hari pada pertemuan di kelas dengan gurunya, Duane mendapatkan pencerahan dari gurunya. Saat itu gurunya memberikan jalan lain yang tidak pernah terpikirkan olehnya, bahwa kehidupn chad yang adalah anggota keluarga Milton hanya terpaku pada kota yang kecil itu, yaitu Ridgeburg. Sedangkan kehidupan Duane bias menjadi lebih baik lagi di dunia yang luas ini. Jadi, kekerasan tidak akan membawa perubahan apapun terhadap dirinya. Sehingga ia memutuskan untuk meruntuhkan kekuasaan keluarga Milton dengan bersaing secara sehat dan intelek. Hal tersebut merupakan salah satu proses asimilasi dari pengetahuannya mengenai penyerangan secara fisik menjadi penyerangan secara intelek. Ketika ia mulai terjun langsung ke dalam pencalonan walikota, ia belajar menyuarakan pendapatnya melalui jalur politik dan membuka pikiran masyarakat luas, supaya mereka dapat mengatur dan mengelola kotanya sendiri. Ia mengakomodaikan proses kognitifnya ke dalam situasinya yang menuntut tindakan yang berintelektual, cerdas dan sopan.
Meskipun pada akhirnya Duane menyerah dalam pemilihan tersebut, ada hal yang berasal dari luar dirinya yang menyatakan bahwa tindakannya dan apa yang diyakini ayahnya itu benar, yaitu terjadinya longsor di daerah bukit Ridgeburg, tempat dulu ayahnya bekerja. Hal tersebut membuktikan bahwa ketika kita menghadapi suatu fenomena atau kejadian yang kita anggap benar dan memang benar pada kenyataannya, dukungan dari factor eksternalpun pasti akan mengarah kepada kita, baik dari manusia maupun alam. :)

1 komentar:

  1. Good job, Ebin...dengan merangkum jawaban menjadi semacam essay, bukan hanya sekedar jawaban. sayangnya ada beberapa poin yang tidak (secara jelas) saya temukan :)

    BalasHapus