Ada yang bilang masa remaja adalah masa yang paling ga
terlupakan, masa paling asik buat gila-gilaan, nikmatin dunia, dan lain
sebagainya. Tapi ada juga yang berbeda pandangannya dalam mengahadapi masa
remaja, contohnya Duane Balfour dalam film berjudul Citizen Duane, yang siperankan
oleh Douglas Smith. Duane dalam perannya sebagai anak sulung dari
pasangan suami-istri Balfour memiliki karakter keras kepala, sama seperti
ayahnya. Semasa kecilnya, Duane sangat dekat dengan ayahnya dan mengenal
betul karakter ayahnya yang selalu mempertahankan apa yang
diyakininya. Melalui proses belajar, karakter ayahnya yang keras kepala dan
selalu mempertahankan apa yang diyakininya itu terinternalisasi ke dalam
dirinya yang membentuk identitas dirinya menjadi anak yang keras kepala,
responsive, ambisius, dan suka seenaknya sendiri. Ditambah lagi dengan pamannya
yang dekat secara personal dengannya dan kerap kali mendukung hal-hal yang
dilakukan Duane. Ibunya, yang kerap kali ‘kewalahan’ dengan ulah Duane di
sekolah maupun di luar sekolah, tidak dapat berbuat banyak untuk menghentikan
tingkah anaknya yang sering membuat onar, meskipun bukan berarti sang ibu
mendukung tingkah anaknya itu.
Jika ingin membandingkan konsep diri pada kedua remaja yang
menjadi musuh satu sama lain itu, tentu saja berbanding terbalik. Duane
Balfour, anak yang ambisius terhadap keluarga Milton terlebih khusus Chad, selalu
memiliki cara dan ide-ide konyol untuk mengalahkan musuh besarnya itu. Duane
yang ayahnya tertembak mati akibat tindakannya yang dianggap ekstrem, memiliki
rasa dendam yang berkepanjangan sehingga membuatnya menjadi anak yang ‘nakal’. Setelah sekian lama
dihantui rasa marah dan berbagai cara yang tidak membawa hasil untuk
menjatuhkan chad dan keluarga Milton, Duane yang hanya seorang anak SMA
memberanikan diri untuk mencalonkan diri menjadi walikota Ridgeburg dengan
berbekal nekat dan keyakinan bahwa yang dilakukannya itu ialah cara terbaik.
Duane termasuk anak yang cerdik dan tangguh, ketika ia diperhadapkan pada situasi
yang sama sekali tidak mendukungnya bahkan mustahil untuk mendapatkan dukungan,
ia tetap teguh dan percaya diri untuk mengalahkan musuhnya dan membawa
perubahan pada kota tempat ia tinggal. Berbeda dengan Chad, yang adalah
anak dari walikota Ridgeburg.
Selama hidupnya, chad dikelilingi oleh orang-orang yang menghargainya sebagai
anak dari orang yang palling berkuasa di kota tersebut. Dengan mudah ia dapat
menjadi ketua dewan murid-murid di sekolahnya, karena backgroundnya sebagai
anak dari ‘orang terkenal’ di kotanya itu. Semua didapatnya dengan mudah,
sehingga membuatnya angkuh.
Selama berada di sekolah, Duane
Balfour metidak terlepas dari tingkahnya yang selalu mengganggu dan menyerang
Chad. Ia merasa bahwa satu-satunya cara untuk meruntuhkan rezim Milton dari
kotanya ialah menyerang anak dari walikota Ridgeburg. Namun karena tingkahnya
yang semakin meresahkan, akhirnya ia mendapatkan penanganan khusus dari
gurunya. Hingga suatu hari pada pertemuan di kelas dengan gurunya, Duane
mendapatkan pencerahan dari gurunya. Saat itu gurunya memberikan jalan lain
yang tidak pernah terpikirkan olehnya, bahwa kehidupn chad yang adalah anggota
keluarga Milton hanya terpaku pada kota yang kecil itu, yaitu Ridgeburg.
Sedangkan kehidupan Duane bias menjadi lebih baik lagi di dunia yang luas ini.
Jadi, kekerasan tidak akan membawa perubahan apapun terhadap dirinya. Sehingga
ia memutuskan untuk meruntuhkan kekuasaan keluarga Milton dengan bersaing
secara sehat dan intelek. Hal tersebut merupakan salah satu proses asimilasi
dari pengetahuannya mengenai penyerangan secara fisik menjadi penyerangan secara
intelek. Ketika ia mulai terjun langsung ke dalam pencalonan walikota, ia
belajar menyuarakan pendapatnya melalui jalur politik dan membuka pikiran
masyarakat luas, supaya mereka dapat mengatur dan mengelola kotanya sendiri. Ia
mengakomodaikan proses kognitifnya ke dalam situasinya yang menuntut tindakan
yang berintelektual, cerdas dan sopan.
Meskipun pada akhirnya Duane menyerah dalam pemilihan
tersebut, ada hal yang berasal dari luar dirinya yang menyatakan bahwa
tindakannya dan apa yang diyakini ayahnya itu benar, yaitu terjadinya longsor
di daerah bukit Ridgeburg, tempat dulu ayahnya bekerja. Hal tersebut
membuktikan bahwa ketika kita menghadapi suatu fenomena atau kejadian yang kita
anggap benar dan memang benar pada kenyataannya, dukungan dari factor
eksternalpun pasti akan mengarah kepada kita, baik dari manusia maupun alam. :)
Good job, Ebin...dengan merangkum jawaban menjadi semacam essay, bukan hanya sekedar jawaban. sayangnya ada beberapa poin yang tidak (secara jelas) saya temukan :)
BalasHapus