Minggu, 24 Juni 2012

Anak & media : lebih seru petualangan Up atau A Bug’s Life?



            Siapa yang suka film petualangan membasmi penjahat? Kalau teman-teman suka, ada satu cerita di buku yang sayang banget untuk ditinggalkan, juga satu film yang ga kalah serunya sama cerita-cerita petualangan yang lain. 
Bagi yang suka baca buku, bisa baca buku A Bug’s Life, yang menceritaka tentang bagaimana kehidupan serangga, khususnya para semut, yang berjuang melawan belalang jahat yang ingin merampas semua makanan yang ada di tempat tinggal para semut tersebut. Penyerangan terhadap belalang dipimpin oleh flick, seekor semut yang biasa-biasa saja, tapi punya keberanian yang besar untu melawan belalang-belalang jahat.
Ada lagi cerita yang ga kalah serunya, yaitu Up. Film Up menceritakan tentang seorang kakek tua yang ditemani oleh seorang anak yang adalah anggota kelompok ----, yang menjalani petualangan seru demi memenuhi cita-cita si kakek untuk membangun rumah di atas tebing dekat air terjun. Pastinya cerita-cerita tersebut bermanfaat dan menghibur. Untuk lebih jelasnya tentang kedua cerita yang sudah disebutkan di atas, lihat tabel di bawah ini :

Data umum
Jenis : buku bacaan bergambar
Judul : A Bug’s Life (terj : kehidupan serangga)
23 hlm, tahun 2000
Jenis : film
Judul : Up
Durasi : 1 jam 28 menit 15 detik, tahun 2009
Penyampaian content
Menggunakan gambar berwarna disertai dengan paragraf dalam tiap halaman untuk dibaca.

Menggunakan animasi dari karakter manusia, baik dari tokoh manusia itu sendiri maupun anjing-anjing yang dipelihara.
Content
·        Bercerita tentang kehidupan serangga,  bagaimana mereka bertahan hidup ditengah-tengah bahaya dari serangga lain
·        Serta berisi tentang nilai-nilai kejujuran dan kesetiaan akan kelompoknya.
·         Menceritakan kehidupan seorang kakek  yang berpetualang demi mencapai  keinginan membangun rumah di atas tebing air terjun.
·         Berisi nilai moral mengenai memberikan ketulusan dalam memberi pertolongan (Russell)

Tujuan / materi yang ingin disampaikan/pelajaran yang bisa diambil
·         Mengajarkan tentang pentingnya berkata jujur kepada orang lain
·         Mengajarkan untuk memberikan bantuan saat teman memerlukan bantuan
·         Memberikan contoh tentang kesetiaan kepada kelompok
·         Mengajarkan anak untuk menjadi lebih kreatif dalam membuat berbagai macam alat.
·        Bagaimana seseorang berusaha keras menggapai cita-citanya
·         Mengajarkan tentang ketulusan dalam memberikan bantuan kepada orang lain
Sasaran pembaca/penonton
·      Semua umur namun lebih cocok untuk anak usia pra-sekolah maupun awal sekolah, karena biasanya mereka membaca suatu cerita masih memerlukan gambar atau simbolis untuk memperjelas ceritanya, ditambah dengan tulisan yang relatif sedikit
·      Cocok untuk laki-laki maupun perempuan karena penggunaan karakter laki-laki maupun perempuan tidak ada yang terlalu dominan
·         Semua umur, namun lebih cocok untuk anak-anak sekolah dasar, karena untuk anak-anak seusia tersebut lebih banyak berfantasi mengenai cita-cita mereka dan mengajarkan anak-anak sejak dini untuk saling memberikan bantuan
·         Cocok untuk laki-laki maupun perempuan, karena kisahnya bebas gender
Pengemasan media (kelebihan & kelemahan)
·      Menarik, karena mengambil sudut pandang kehidupan hewan (serangga) yang juga masih relevan dengan kehidupan manusia
·      Bermanfaat untuk pengetahuan anak-anak mengenai kehidupan serangga
·      Konflik dalam cerita sedikit berputar-putar.
·      Penggambaran yang lebih colourful, sehingga menarik untuk anak-anak.
·      Bermanfaat untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya meraih cita-cita

Teori yang relevan
·      Dalam teori pemrosesan informasi, pada masa awal anak-anak, mereka sudah mulai berpikir silogisme. Sehingga mereka dapat mengaitkan karakter dalam tokoh-tokoh di cerita, seperti semut yang adalah pekerja keras, belalang lebih besar dari semut (Pemrosesan Informasi dalam Santrock, 2002)
·      Anak-anak sekolah dasar masih memiliki keinginan atau cita-cita yang idealis, artinya hanya sekedar apa yang mereka sukai dan yang terlihat ‘keren’. Terlihat dari cita-cita si kakek sewaktu masih kecil, yang ingin membangun rumah di tebing jurang, yang terlihat mustahil. ( Piaget dalam Santrock, 2002)
·      Pengambilan perspektif dalam pemahaman diri juga terlihat dari kemampuan anak-anak seusia Russell dalammengambil perspektif orang lain dan memahami pikiran serta perasaan-perasaannya. (Robert Selman dalam buku Santrock, tahun 2002)

Analisis dari kedua media :
            Seperti cerita anak-anak pada umumnya, kisah dalam buku A Bug’s Life maupun film Up juga menggunakan karakter-karakter yang menarik sehingga anak-anak tidak  bosan dan dapat belajar dari tokoh-tokoh dalam cerita tersebut. Dalam cerita kehidupan serangga yang diterbitkan oleh Disney and Pixar Animation Studios ini dibuat sesuai dengan kemampuan anak-anak prasekolah sampai masa awal sekolah, yaitu dengan gambar berwarna dan satu paragraf tulisan yang menjadi cerita dari gambar tersebut dengan kalimat langsung maupun kalimat tak langsung. Cerita yang dikemas oleh Disney tersebut juga imajinatif, sehingga membuat anak-anak ikut membayangkan karakter masing-masing tokoh, baik dari tokoh semut yang baik maupun belalang yang jahat. Cerita-cerita serupa yang juga menggunakan hewan sebagai tokohnya biasa disebut fabel. Melalui cerita yang digambarkan, anak memahami bentuk-bentuk hewan yang dimaksudkan, sehingga ketika mereka dihadapkan pada gambar yang sama, mereka akan mengetahui bahwa gambar yang dimaksud ialah hewan tersebut. Selain itu, anak-anak juga memahami mengenai sifat-sifat hewan, dalam kasus ini serangga, meskipun ada beberapa karakter yang dibuat sama seperti karakter manusia. Hal itu dibuat supaya anak-anak dapat lebih mudah dalam memahami isi cerita dan pesan-pesan yang ingin disampaikan yang disesuaikan dengan kehidupan manusia. Pemahaman tersebut memerlukan penalaran, yang dalam teori pemrosesan informasi disebut silogisme. Melalui cerita A bug’s life, anak diajak untuk ‘berpikir’ mengenai karakter tokoh maupun hubungan sebab-akibat dari setiap hal yang terjadi, sehingga anak dapat mengambil suatu kesimpulan yang sesuai dengan ceritanya.
Kelebihan dari cerita dalam buku ialah, orang tua maupun orang dewasa lainnya dapat melakukan pendekatan atau menjalin keakraban dengan cara membacakan cerita dalam buku tersebut, dan membuat suasana yang hidup dengan intonasi maupun mimik wajah sesuai alur ceritanya. Dalam kasus ini, cerita A bug’s life mengambil sudut kehidupan semut yang bekerja keras dalam mencari makanan sebagai cadangan di musim dingin.
Berbeda dengan penyampaian cerita melalui film. Kisah petualangan yang diceritakan pada film Up yang disutradarai oleh Pete Docter ini juga membawa ketertarikan tersendiri. Selain dapat melihat setiap gerakan yang terjadi secara detail, kita juga dapat melihat ekspresi tokoh-tokoh yang muncul, sehingga suasana ceritapun terasa lebih hidup. Terlebih lagi mengenai isi cerita dan pesan-pesan yang ditampilkan juga terasa lebih konkret, sehingga anak-anak dapat memahami bagaimana seharusnya bertindak ketika dihadapkan dengan hal yang sama. Isi cerita film Up sangat menggambarkan pola pikir anak-anak yang masih menginginkan sesuatu yang dalam kacamata orang dewasa terlihat mustahil, yang dalam teori termasuk ke dalam operasional konkret. Anak hanya mengerti apa yang dia tahu, tanpa mengerti jalan apa yang harus ditempuh maupun tindakan apa yang harus diambil dalam mencapai semuanya itu.
Persamaan dari kedua cerita yang berbeda kisah dan berbeda media tersebut ialah pesan yang terkandung di dalam isi ceritanya. Karena cerita-cerita ini lebih cocok untuk anak-anak pra-sekolah hingga anak sekolah dasar, pentingnya pengembangan moral mengenai apa yang baik dan buruk dalam lingkungan sosialnya juga dapat disampaikan melalui cerita-cerita tesebut. Dalam kasus kedua cerita ini, ditunjukan mengenai ketulusan dalam memberikan pertolongan kepada orang lain. Sehingga anak-anak diajarkan bagaimana menolong orang lain dan saling berbagi.

My opinion / conclusion :
            Dalam memahami sebuah cerita, saya lebih suka melihat gambar yang dapat bergerak, dengan kata lain, saya lebih suka menonton dibandingkan membaca. Sekalipun saya menyukai keduanya. Karena menurut saya, menonton akan membawa sensasi tersendiri dalam pemberian kesan terhadap cerita yang dibawakan. Gambar yang bergerak akan lebih menarik perhatian dibandingkan gambar yang hanya ada pada kertas. Namun, seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa cerita dalam buku yang diceritakan oleh orang tua atau orang dewasa lainnya kepada anak-anak, akan menimbulkan suatu kelekatan tersendiri. Karena kemungkinan orang tua berinteraksi secara langsung dengan anak sangat besar dibandingkan dengan menonton film. Akan lebih baik bila orang tua menggunakan media buku untuk membawakan suatu cerita, khususnya untuk anak-anak pra-sekolah hingga sekolah dasar. Selain untuk membangun hubungan yang lebih harmonis, anak juga dilatih untuk menyukai bacaan, sehingga anak menjadi gemar membaca.
selamat membaca.

2 komentar: